SURABAYA, kabar9.id - Perhimpunan Alergi Dan Imunologi (Peralmuni) Cabang Surabaya menggelar simposium Clinical Immunology And Allergy Expert Forum (CLIMAX) pada Sabtu (24/5/2025) di Hotel Santika Primer Surabaya.
Simposium yang membahas alergi dan immunology ini dihadiri para ahli di bidang penyakit dalam, patologi klinik, paru-paru, THT, kulit, anak-anak yang juga sama-sama menangani kasus-kasus alergi dan autoimun.
Event ini bertajuk Transformative Advances In Allergy And Clinical Immunology: Charting The Path Forward.
Ketua Peralmuni Surabaya, Prof. Dr. Gatot Soegiarto, dr., sp.PD, K-AI, FINASIM mengatakan, dalam simposium ini para peserta berdiskusi dan membagikan perkembangan-perkembangan mutakhir khususnya tentang penyakit-penyakit bidang alergi dan imunologi.
"Sekarang kan banyak, penyakit autoimun meningkat, orang yang tidak punya bakat penyakit alergi, tahu-tahu jadi alergi, pokoknya kalau ada penyakit yang lama tidak sembuh-sembuh kemudian orang mikirnya jangan-jangan ini autoimun dan sebagainya, beberapa dokter bahkan dengan mudah mengautoimunkan pasiennya," Ujarnya.
Prof Gatot menambahkan, autoimun itu dianggap sebagai diagnosis keranjang sampah istilahnya oleh sebagian dokter, kalau sulit didiagnosa dimasukkan saja ke autoimun, karena itu memang sulit tapi itu justru membuat pasien-pasiennya menjadi stres, depresi karena divonis menjadi penyakit autoimun. Menurut Prof Gatot, tentu saja tidak semudah itu mendiagnosis penyakit autoimun.
"Karena itu dalam topik yang dibawakan di Climaks kali ini, selain kita membahas perubahan iklim dan peningkatan kejadian alergi dan autoimun, kemudian bagaimana melindungi masyarakat dengan vaksin, kemudian kalau misalnya ada pasien-pasien yang mengalami reaksi alergi berat termasuk misalnya alergi obat itu kan yang sering membuat pasien takut, sindrom itu bagaimana cara mencegahnya, kemudian kalau sampai sudah terjadi seperti apa terapinya dan juga penggunaan obat-obatan atau bahan-bahan suplemen yang bisa meningkatkan daya tahan tubuh," Jelasnya.
Selain itu, lanjut Prof Gatot, simposium juga memabahas bagaimana para dokter di ujung tombak pelayanan bisa membedakan suatu penyakit alergi, penyakit autoimun atau mungkin kalau tidak bisa ditemukan antibodinya dia bukan disebut sebagai penyakit autoimun tapi autoinflamasi.
Prof Gatot berharap, melalui simposium ini bisa merubah persepsi banyak pihak, bahwa immunology bukan lagi menjadi momok bagi sebagian dokter atau mahasiswa fakultas kedokteran, sebab kalau di ajak ngomong tentang immunologi biasanya sudah lemas dan malas duluan, tapi dengan perkembangan yang baru ternyata lebih mudah memahami immunologi. Apalagi sebagian besar kejadian penyakit apapun itu selalu melibatkan Immunologi, jadi justru immunology diperlukan untuk memahami penyakit lain dan sarana terapi.
"Ahli-ahli alergi immunologi memang termasuk makhluk yang langka, di Indonesia mungkin cuma ada 40an," Terangnya. Jib