Panitia kurban, lebih-lebih orang yang menyembelih atau tukang jagal, harus peduli terhadap kesejahteraan hewan kurban, sehingga memperlakukannya dengan baik.
Kesejahteraan hewan atau animal welfare adalah terkait keadaan fisik dan psikologi hewan menurut ukuran perilaku alami hewan untuk menjaga tidak berbuat kasar maupun menganiaya hewan.
Ada lima standar kebebasan bagi hewan, pertama bebas dari lapar dan haus; kedua, bebas dari cuaca panas dan kandang yang tidak nyaman; ketiga, bebas dari rasa sakit sehingga layak mendapatkan perawatan dari dokter hewan; keempat, bebas dari rasa takut dan tertekan oleh hewan lain atau kelompok lain; dan kelima, bebas berperilaku normal dan alamiah.
Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk memperlakukan hewan layaknya sesama makhluk Allah, termasuk dalam hal berkurban, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kesejahteraan hewan ini.
Pertama, terkait pengangkutan hewan kurban, seringkali seseorang memasukkan hewan di dalam satu mobil yang tidak layak dan tidak sesuai dengan kapasitasnya, hingga pernah terjadi kasus truk hewan terperosok saking banyaknya muatan hewan.
Kondisi seperti ini kadang terjadi lantaran penjual hanya ingin meraup keuntungan sebanyak-banyaknya.
Kedua, dalam hal penampungan hewan, tak jarang kondisi kandang sementaranya yang kotor berpengaruh pada kesehatan hewan, kandang yang sempit dengan jumlah hewan yang berdesakan melebihi kapasitas juga berpotensi meningkatkan stres pada hewan tersebut. Tingginya tingkat stres membuat menurunnya nafsu makan hewan yang berakibat bobot dan kesehatan dari hewan pun menurun, dalam kondisi tertentu berakibat tidak layaknya hewan menjadi hewan kurban.
Ketiga, tidak memperhatikan ketersediaan pakan yang dibutuhkan, beberapa minggu sebelum tiba Idul Adha, berbagai sapi dan kambing didatangkan ke kota untuk dijual, namun terkadang tidak diimbangi dengan pakan yang layak sebagaimana sebelum hewan hewan itu didatangkan. Jika harus mendatangkan pakan dari daerah asal tentu biaya lebih besar, sementara di kota pakan tidak semudah di daerah asal. Hal ini bisa berakibat pada tidak teraturnya makan hewan, membuat bobot semakin menurun jelang penyembelihan.
Keempat, saat penyembelihan, sering kali ditemukan perobohan hewan kurban menjelang dipotong dengan cara pemaksaan, sehingga berakibat tersiksanya hewan. Teknik penjegalan hewan yang terlalu kasar membuat hewan tersakiti, lebih baik merobohkan dengan teknik yang minim resiko pada cidera hewan.
Dalam pemotongan hewan pun, syariat memerintahkan untuk menggunakan pisau yang tajam untuk mengurangi rasa sakit dan memutus tiga saluran di leher hewan, saluran nafas, darah, dan makanan.
Rasulullah sendiri memerintahkan hal tersebut:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، فَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ.
"Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik kepada segala sesuatu. Apabila engkau membunuh, maka membunuhlah dengan cara yang baik, dan jika engkau menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik, dan hendaknya seorang menajamkan pisau dan menenangkan hewan sembelihannya itu". (Shahih Muslim, jilid 3, hal. 1548).
Jika semua kesejahteraan hewan terjaga, maka ibadah kurban akan lebih bermakna.